Senin, 30 April 2012

Jangan Pernah Putus Asa




gambar : Google
Anda pasti pernah membaca anekdot berikut, yang sudah sangat banyak beredar di berbagai blog, web dan milis. Kisah seorang anak cadel, yang tidak bisa mengucapkan huruf “r”. Setiap kali mengucapkan huruf “r”, selalu tertukar dengan “l”. Si anak cadel kerap menjadi bahan olok-olokan orang di sekitarnya. Sering ditertawakan dan bahkan dijadikan bahan ledekan.
Kisah Hari Pertama
Si anak cadel ingin membeli nasi goreng yang sering mangkal di dekat rumahnya. Dengan penuh percaya diri, ia menghampiri penjual nasi goreng, dan segera memesan.
“Bang, beli nasi goleng satu”, kata si cadel.
“Beli apa…?” tanya penjual bernada meledek.
“Nasi goleng !” jawab si cadel.
“Apaan sih?” tanya penjual semakin meledek.
“Nasi goleng bang!” si cadel semakin keras menjawab.
“Ohh nasi goleng… Silakan tunggu dulu, saya golengkan…”
Abang penjual nasi goreng terus meledek dan disambut tertawaan oleh pembeli yang lain. Setelah selesai makan, pulanglah si cadel dengan sangat kesal. Sesampai di rumah dia bertekad untuk berlatih mengucapkan “nasi goreng” dengan benar. Hingga akhirnya dia mampu mengucapkan dengan baik dan benar
Hari Kedua
Dengan perasaan bangga, si cadel ingin menunjukkan bahwa dia bisa mengucapkan pesanan dengan tidak cadel lagi. Ia kembali mendatangi penjual nasi goreng di dekat rumahnya. “Bang… Saya mau beli nasi goreng, satu bungkus!” kata si cadel.
“Oh, sudah bisa bilang nasi goreng rupanya… Oke saya buatkan… Pakai apa?” tanya penjual.
“Pakai…. telol…” jawab si cadel.
“Pakai apa ?” tanya penjual sembari meledek.
“Telol…. bang…”, jawab si cadel dengan nada sedih.
“Huaaahahaha… huaaahahaha…. Telol !” si penjual makin meledek.
Akhirnya nasi goreng telor pun jadi dan dibawa pulang. Sesampai di rumah si cadel berlatih mengucapkan kata “telor” sampai benar.
Hari Ketiga
Untuk menunjukkan bahwa dia mampu bicara benar, dia rela tiga hari berturut-turut makan nasi goreng. Malam ini ia kembali menghampiri penjual nasi goreng.
“Bang, beli nasi goreng, pakai telor ! Bungkus!” kata si cadel bangga.
“Ceplok atau dadar ?” tanya penjual.
“Ehm… Dadal… bang” jawab si cadel sedih.
“Huaaahahaha… dadal ya….” penjual  nasi goreng tertawa terpingkal-pingkal sambil melayani membuatkan nasi goreng telor dadar pesanan si cadel.
Sesampai di rumah, cadel berlatih dengan keras agar bisa mengucapkan “dadar” dengan benar.
Hari Keempat
Dengan modal empat  hari berlatih keras kali ini dia yakin mampu memesan dengan benar tanpa ditertawakan. “Bang, beli nasi goreng, pakai telor, dadar !” kata si cadel.
“Hebat kamu Del, udah nggak cadel lagi nich, harganya Rp. 7.500 Del.”
Si cadel menyerahkan uang Rp. 8.000 kepada si abang, namun si abang tidak memberikan kembaliannya, hingga si cadel bertanya, “Bang, kembaliannya?”
“Oh iya, uang kamu Rp. 8.000, harganya Rp. 7.500, kembalinya berapa Del?” Abang penjual nasi goreng tersenyum ngeledek. Si cadel gugup untuk menjawabnya, dia membayangkan besok bakal makan nasi goreng lagi.
Tapi akhirnya dia menjawab,  ”…Gopek bang!” sambil tersenyum penuh kemenangan.
Hadapi Saja
Terus terang saya tidak tahu siapa penulis kisah anekdot tersebut. Namun yang jelas kisahnya sangat inspiratif. Memberikan pesan bahwa kita tidak boleh berputus asa dalam kehidupan. Sangat banyak permasalahan yang kita hadapi setiap hari, baik masalah di rumah, di masyarakat, di lingkungan kerja dan lain sebagainya. Masalah yang terkait dengan urusan pribadi, maupun urusan kerja. Selalu ada masalah dalam kehidupan kita.
Banyaknya permasalahan dalam kehidupan, tidak layak membuat kita kecil hati dan sempit dada. Walaupun dengan masalah itu kita diejek orang lain, menjadi cemoohan, menjadi ledekan, menjadi bahan omongan dan tertawaan, jangan pernah putus asa. Teruslah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Jangan terpengaruh oleh ejekan orang kepada kondisi dan masalah yang kita hadapi. Anggap saja ledekan itu adalah pemicu semangat untuk berbenah diri.
Sangat banyak orang putus asa dalam menjalani kehidupan. Masalah yang dihadapinya semakin berat karena sikap orang-orang di sekitar yang selalu mengejek dan membicarakan penuh cibiran. Dadanya menjadi terasa sesak dan sempit oleh perlakuan orang kepada dirinya. Ia tidak siap menghadapi masalah yang tampak demikian berat. Apalagi ketika masalahnya sudah diberitakan media. Tanpa klarifikasi dan tanpa menggunakan asas praduga tak bersalah, media menghakimi dan memvonis dengan semena-mena.
Hadapi saja masalah anda, sebesar apapun. Semakin anda lari dari masalah, semakin tidak terselesaikan dan semakin membebani anda. Maka hadapi saja, nikmati saja semuanya. Jangan pernah berputus asa. Orang-orang yang meledek, mengejek, mentertawakan, membicarakan masalah anda, mereka bukanlah orang yang lebih baik dari anda. Bukan orang yang lebih mulia daripada anda. Bukan orang yang lebih hebat daripada anda.
Ya, hadapi saja semua masalah anda. Jangan pernah putus asa dalam meraih kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar